Karya

CERDAS MENGENALI HOAX

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Artikel “Anti Hoax Sang Pendidik ”Kerjasama MARIMAS & PGRI Jawa Tengah didukung oleh Pemprov, Dinas P&K, Kanwil Kemenag, PWI Jateng dan Mafindo

Kata “hoax” atau yang telah tercantum dalam KBBI daring di situs https://kbbi.kemdikbud.go.id dengan penulisan hoaks, akhir-akhir ini memang menjadi perbincangan di masyarakat khususnya pengguna media sosial. Hoax yang dapat diartikan sebagai berita bohong atau tidak benar ini memang meresahkan, pasalnya kemudahan akses informasi melalui jejaring sosial dan situs-situs yang sering digunakan oleh masyarakat, menyebabkan sulitnya mengidentifikasi apakah suatu berita dan informasi yang telah tersebar benar adanya atau hanya sekedar hoax belaka.

Seperti yang dilansir dalam inet.detik.com (27/09/2017), laporan Tetra Pak Index yang belum lama diluncurkan, mencatatkan ada sekitar 132 juta pengguna internet di Indonesia dan hampir setengahnya adalah penggila media sosial. Dan jika diamati, tidak semua pengguna media sosial cukup cerdas untuk mampu mencerna informasi yang ada, sebelum menyebarkannya secara luas di ranah dunia maya yang tanpa batas tersebut.

Seperti yang baru saja terjadi, informasi yang keliru mengenai cara registrasi ulang kartu SIM prabayar marak beredar tanpa mampu dikendalikan. Mulai dari adanya hoax terkait perlunya mencantumkan nama ibu kandung, batas waktu registrasi yang keliru hingga munculnya pendapat tentang alasan dibalik adanya proses registrasi ulang yang sebenarnya belum mampu dibuktikan secara jelas namun telah tersebar begitu cepatnya di media sosial.

Hal ini tentu saja dapat memberikan dampak negatif yang sangat membahayakan, jika berita tersebut terlanjur tersebar tanpa klarifikasi. Hoax yang tersebar di masyarakat dapat menimbulkan kecemasan hingga kepanikan. Seperti pada kasus registrasi kartu SIM prabayar yang dialami oleh rekan saya baru-baru ini. Berita yang terlanjur tersebar dan ia terima melalui aplikasi di androidnya menyampaikan bahwa batas waktu registrasi kartu SIM  prabayar adalah 31 Oktober 2017. Padahal tanggal itu adalah tanggal mulai registrasi. Hal itu lantas menimbulkan kepanikan, karena ia dan tentunya masyarakat yang memperoleh informasi hoax tersebut, khawatir jika kartu SIM prabayarnya akan diblokir.

Dampak negatif lainnya adalah memunculkan persepsi yang keliru terhadap sesuatu. Hoax yang memberikan informasi keliru tentang seseorang, dapat menciptakan citra negatif terhadap orang tersebut sehingga menimbulkan kebencian bahkan permusuhan yang merugikan pihak yang diberitakan. Seperti pada kasus pemilihan pemimpin, yang seringkali dibarengi dengan hoax-hoax terkait sosok bakal calon pemimpin yang memang disengaja untuk menimbulkan kebencian sehingga masyarakat tidak memilih sosok yang diberitakan tersebut. Terakhir, tersebarnya hoax mampu menimbulkan perpecahan dan konflik yang dapat membahayakan jiwa maupun raga. Hoax yang bersifat provokatif dapat memanaskan situasi dan mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk bertindak anarkis bahkan kriminal.

Dalam hal ini, perlunya kepedulian dari pihak yang terkait untuk segera melakukan klarifikasi , sehingga kesalahan informasi dan kecemasan yang mungkin terjadi dapat diminimalisir. Sebagaimana informasi hoax itu mudah menyebar melalui jejaring sosial, maka pihak yang terkait pun harus menempuh jalur yang sama. Menyebarkan informasi di situs-situs yang sering dikunjungi oleh masyarakat, dapat menjadi salah satu alternatif terbaik untuk melakukan klarifikasi.

Selain itu, tentunya perlu adanya upaya dari masyarakat itu sendiri untuk mencegah penyebaran hoax yang semakin tidak terkendali. Masyarakat juga perlu mendapatkan edukasi terkait bagaimana cara agar dapat mengenali berita hoax, sehingga tidak mudah menyebarkannya dan menjadikannya viral.

Berikut ini beberapa cara mudah untuk dapat mengidentifikasi hoax, diantaranya

  1. Pastikan berita tersebut berasal dari sumber yang terpercaya. Jika berita tersebut tentang kesehatan, pastikan info tersebut mencantumkan nama dokter atau pihak dinas kesehatan yang terkait
  2. Coba ketik ulang poin pokok informasi yang dicurigai sebagai hoax tersebut di laman google dan baca laman/situs terpercaya lainnya yang juga menyebarkan berita yang sama. Jika berita di laman lain yang lebih terpercaya tersebut sama dengan berita yang telah dibaca sebelumnya, maka berita tersebut kemungkinan bukan hoax. Jika tidak, lanjut ke langkah ketiga.
  3. Tanyakan kepada orang terdekat yang sekiranya lebih paham dan memiliki kualifikasi. Misalnya tentang berita kesehatan bisa ditanyakan ke dokter atau dinas kesehatan di lingkungan tempat tinggal anda
  4. Jika ketiga hal tersebut telah dilakukan, barulah anda bisa menyebarkan informasi tersebut kepada orang lain. Namun, jika tiga hal tersebut belum atau tidak bisa anda lakukan, sebaiknya tidak menyebarkan informasi yang anda terima kepada siapapun.

Empat langkah tersebut adalah langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran hoax yang semakin tidak terkendali. Perubahan zaman yang semakin cepat memang harus dibarengi dengan kecerdasan masyarakat untuk mau mengejar ketertinggalan. Bukan hanya sekedar bisa dan tahu, tetapi juga mengerti dan mengenali akan bahaya hoax. Sehingga masyarakat mau menahan diri untuk tidak menyebar berita sebelum memastikan apakah berita itu benar atau sekedar hoax belaka.

Salah satu contoh yang pernah terjadi di sekolah saya beberapa tahun silam adalah tersebarnya hoax tentang sebuah perintah menuliskan sesuatu sebanyak sekian salinan dengan tulisan tangan. Jika tidak dilakukan, maka yang membaca akan meninggal atau keluarganya akan ditimpa musibah dan sejenisnya. Kala itu media sosial belum seramai sekarang. Berita itu tersebar melalui pesan singkat dari ponsel ke ponsel dengan begitu cepatnya. Penyebab utamanya karena siswa saya yang masih usia SMP tersebut tidak mencoba untuk memahami dan merenungi isi berita tersebut sebelum menyebarkannya.

Hal pertama yang saya lakukan pada saat itu tentunya adalah mengklarifikasi bahwa berita tersebut tidaklah benar. Hidup dan mati seseorang tidak bergantung dari sebuah tulisan yang bahkan tidak ada yang mengetahui siapakah orang pertama yang telah menyebarkan berita hoax tersebut. Hal itu bahkan sempat menimbulkan kecemasan luar biasa pada siswa saya, sehingga mereka begitu rela menulis begitu banyaknya dan membuang-buang waktu serta tenaga mereka.

Sejak kejadian itu, saya mencoba untuk senantiasa mengajarkan ilmu sembari memberikan informasi-informasi yang sekiranya dapat disalahpahami dengan mudah. Khusus dalam bidang pelajaran IPA yang saya ajarkan, saya seringkali mengklarifikasi berita-berita atau info-info kesehatan yang sebagian besar menyesatkan. Saya mengajak siswa siswi saya untuk melakukan identifikasi seperti membawa kotak bahan makanan yang biasa mereka beli lalu memahami satu persatu komposisinya sebelum memastikan bahwa makanan tersebut aman atau berbahaya untuk dikonsumsi.

poster-anti-hoax-neeltxbyy95416iricwjv4xyjm5oplq68cknawyfny (1)

Pun terkait dengan berbagai kebiasaan-kebiasaan yang sebenarnya tidak benar, namun terlanjur tersebar di masyarakat sehingga berakibat menghasilkan sebuah informasi menyesatkan yang masih diterapkan hingga kini, saya sering mengajak keluarga dan teman-teman untuk berbincang ringan. Kadangkala tanpa sengaja pembicaraan tentang itu dimulai, saya lantas memanfaatkan situasi untuk mengklarifikasi.

Dewasa ini, penyebar hoax memang sangat cerdas memanfaatkan situasi. Sehingga menyebabkan semakin sulitnya mengidentifikasi hoax. Salah satunya adalah polemik tentang vaksinasi yang masih menjadi perdebatan hingga kini. Tanpa bermaksud membenarkan atau menyalahkan, namun saya mencoba mengambil sikap untuk mencari klarifikasi dari sosok yang terpercaya, bukan hanya karena profesinya tetapi juga dari kebiasannya yang bisa diamati di media sosial.

Apa saja yang diposting, bagaimana ia berbicara dan menjawab komentar serta pandangan-pandangannya yang terbaca dari tulisan-tulisannya harus dipelajari terlebih dahulu sebelum memilih untuk percaya. Pilihan lain, tentu saja mencoba mencari pembenaran informasi lewat sosok yang sudah dikenali namun memiliki kompetensi di bidang tersebut.

Hoax memang sudah menjelma menjadi sebuah kamuflase yang begitu mudahnya membaur, menyebar dan menimbulkan kecemasan. Namun bukan lantas kita harus cemas dan memilih untuk apatis. Cerdas mengenali hoax berarti juga membuat kita belajar untuk mengenali karakter-karakter manusia masa kini yang semakin kreatif namun kekurangan wadah yang positif sehingga memilih menjadi seorang penebar hoax. Dan tanpa disadari, hoax menjadi salah satu pendorong, agar masyarakat mau belajar membaca, memahami dan menelaah, sehingga tanpa disadari, masyarakat semakin terlatih untuk bersikap cerdas terhadap apapun yang ia dengar, baca bahkan lihat.

Jika sisi positif dari polemik maraknya hoax akhir-akhir ini dapat dimaksimalkan, peningkatan budaya literasi masyarakat barangkali bukan hanya sekedar impian. Dengan mengkampanyekan untuk selalu megklarifikasi setiap berita yang diterima, masyarakat akan belajar untuk mencari dan mencari sumber-sumber informasi lainnya untuk membuktikan kebenaran berita tersebut. Sehingga, kelak hoax akan lenyap dengan sendirinya, seiring lahirnya masyarakat yang lebih cerdas dalam mengelola informasi sebelum menyebarkannya.

 

Sumber kutipan :

https://kbbi.kemdikbud.go.id

inet.detik.com